RSS

“Menelaah Sifat Rasul sebagai Panduan Dasar Menuju Pemimpin yang Rabbani dan Militan”


Di Susun Oleh

JULIA

MAKALAH DAURAH MARHALAH II, Malang

KOMISARIAT AHMAD DAHLAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
                Ketika kita berbicara Indonesia, negara yang sudah 65 tahun merseka ini maka pembicaraan kita tidak bisa terlepas dari kondisi yang menyelimutinya. Selimut itu tampak didepan mata kita sebagai kumpulan krisis. Krisis ini meliputi berbagai aspek. Misal sosial, budaya, ekonomi, lingkungan yang menjadi sorotan terdiri dari korupsi, bencana.(1 Situasi ekonomi yang carut-marut ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang, dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau 5.095 perhari. Sedangkan Tim Indonesia Bangkit menghitung jumlah penduduk miskin sebesar 20.6 persen atau 45,9 juta dengan pendapatan perkapita perbulan Rp 159.000 ata 5.300 perhari.Sehingga penduduk miskin di Indonesia sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia.  Berikutnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 11 juta orang dan pengangguran terselubung sekitar 40 juta jiwa. Pendidikan yang terus merosot yang ditandai dengan warga negara yang tidak lulus sekolah dasar sekitar 35 .persen. Selanjutna utang negara Indonesia Rp 1.318,2 Triliun, sedang aset Rp 1.253,7 triliun. Dan kita bangkrut karena hutang lebih besar. Aspek hukum yang terdiri dari makelar kasus, mafia peradilan, illegal logging, illegal fishing. Indonesia yang dikenal sebagai negara besar di dunia dan memiliki posisi stategis secara geopolitik dan geoekonomi, memiliki ribuan pulau dari sabang sampai merauke, dan dipenuhi dengan beraneka ragam potensi alam dipermukaan dan perut bumi. Serta krisis energi yang ironis, betapa sebuah bangsa yang menyimpan kekayaan energi yang besar dalam perut buminya gagal menyediakan energi yang cukup dan terjangkau bagi rakyatnya. Belum lagi masalah birokrasi, dan masih banyak lainnya yang telah menyita energi. dan kepercayaan diri pemimpin dan rakyat yang dapat mengarah pada kemunduran(declining). Telah dipaparkan sebagian kebil wajah Indonesia muka yang sewajarnya disikapi sebagai persoalan bangsa yang segera dituntaskan. Apa yang salah dengan Birokrasi Negara kita ?, apa yang salah dengan pemimpin kita? Apa yang salah dengan orang-orang yang berada didalamnya, negara Indonesia yang mayoritas islam?, atau apa yang salah dan bagaimana membangun fondasi negara yang kokoh?Dan ditengah-tengah wajah Indonesia seperti tersebut sangat dibutuhkan rancangan dan implementasi yang berbobot serta memerlukan proses yang panjang, serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri dan sistem secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. Serta untuk memastikan terwujudnya sebuah Negara yang bangkit dari keterpurukan yang menghantui, kepercayaan dan penghargaan dunia terhadap Indonesia yang semakin berkurangnya karena lemahnya karakter para pemimpin dalam mengedepankan nilai kebangsaan. Elit bangsa justru  sebagiannya menjadi pelaku kejahatan terhadap negara seperti korupsi dan berbagai perilaku moral hazard. Disaat yang sama, kebijakan menerima liberalisasi ekonomi menurut hukum pasar(free market) tanpa proteksi, membuat Indonesia kembali harus terjebak dalam permainan bangsa-bangsa pemilik modal. Nauzubillah, alangkah memprihatinkan negara kita. Untuk membangkitkan kembali kesejahteraan Negara yang diidam-idamkan, dan negara yang dengan birokrasi yang islami kita membutuhkan sosok pemimpin yang dapat dipercaya( credible), diterima(acceptable), mampu memimpin (capable) terhadap bangsa, dan amanah. Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas islam maka karakter kepemimpinannya pun harus sesuai dengan karakter masyarakat yang dipimpinnya. Nabi Muhammad saw adalah contoh terbaik dalam hal kepemimpinan. Sejarah mencatat bahwa hingga hari ini tidak ada seorangpun yang mampu menandingi kecemerlangan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Untuk itu maka kerangka dasar dari sifat Rasulullah SAW mestilah dipahami dan diamalkan agar terbentuk kepemimpinan yang rabbani dan militan yang mampu meretas peradaban Indonesia sejahtera. Sehingga terwujudlah seorang yang mencintai negaranya berlandaskan pemimpin yang rabbani dan militan terhadap negaranya yaitu Musli Negarawan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa tawaran sifat-sifat Rasul dalam mewujudkan pemimpin yang rabbani dan militan yang mampu membentuk birokrasi islami?
2.      Peran dan karakter yang dimiliki Muslim Negarawan?
3.      Bagaimana skema terbentuknya Negara Islam ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami sifat-sifat Rasul untuk dijadikan pedoman mewujudkan pemimpin yang rabbani dan militan yang mampu membentuk birokrasi islami.
2.      Mengetahui peran dan karakter Muslim Negarawan.
3.      Mengetahui skema agar terwujudnya negara Islam.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sifat dan Kepemimpina Rasul sebagai cerminan
          Untuk memastikan wujudnya sebuah Kepemimpinan Rabbani dan miitan yang mampu mewujudkan birokrasi yang betul-betul Islami maka kerangka dasar dari sifat Rasulullah SAW mestilah dipahami dan diamalkan sepenuhnya. Empat sifat yang wajib ada pada Rasulullah tersebut adalah: Shiddiq, Amanah, Thabligh, Fathanah. Keempatnya telah menghantar baginda ke tampuk keberhasilan dalam berjuang dan perjuangan panjangnya menegakkan kekokohan wilayah Islam, memperkuat perpaduan muslim dan memantapkan kejayaan Islam. Dan kemenangan Islam yang gemilang. Untuk itu pula kerangka dasar tersebut penting dibahaskan di sini.
Pertama : Shiddiq (benar dan jujur) maksudnya, apapun yang disampaikan Rasulullah SAW adalah benar dan disampaikan dengan jujur. Tidak mungkin ada wahyu yang dibikin-bikin secara dusta (kizb) dan tidak akan ada wahyu yang diselewengkan. Kebenaran dan kejujuran seorang nabi mencakup jujur dalam niat, jujur dalam maksud, jujur dalam perkataan, serta jujur dalam tindakan. Sifat Siddiq tersebut yang menghantarkan Rasulullah SAW memperoleh kepercayaan dan mendapatkan gelar al-amin dari kaum kafir. Karena beliau selalu benar dan jujur dalam beramal maka tiada seorang pun yang menaruh curiga dan antipati dalam gerakan-gerakan yang diprakarsainya. Sementara para sahabat dan ummat Islam lainnya tidak ada yang ragu dan curiga terhadap baginda karena memiliki sifat shiddiq tersebut. sifat tersebut diaplikasikan baginda dalam kehidupan sehari-hari baik yang berhubungan dengan persoalan ummat maupun keluarga. Sehingga dengan kejujuran beliau, tidak ada orang yang tidak segan atau ragu-ragu dengan apa yang beliau ucapkan.
Sehingga seorang pemimpin yang akan mengayomi masyarakat banyak, haruslah bersifat jujur dengan mengikuti dan mengamalkan sifat shiddiq tersebut sehingga menjadi orang-orang benar dan jujur. Sekarang masanya untuk memahami dan mengikuti sifat Shiddiq Rasulullah SAW dalam berbagai lini kehidupan, terutama sekali dalam mengayomi pemerintahan Indonesia yang mayoritas beragama islam. Pemimpin harus benar dalam berbicara, benar dalam berbuat, benar dalam menerima amanah, benar menyampaikan amanah dan jujur serta ikhlas dalam beramal dan menjalankan semua tugas birokrasi. Ini menjadi modal utama untuk mewujudkan sebuah birokrasi yang Islami. Apa jadinya ketika pemimpin tidak memiliki sifat shiddiq maka seperti tampak pada wajah indonesia saat ini banyak korupsi ditatanan birokrasi negara.
Semua itu sangat didominasi oleh kerja para birokrat di masa lampau yang mengeruk kekayaan pribadi atas hak dan tanggung jawab rakyatnya. Mereka senantiasa membohongi rakyat ketika berhadapan dengan uang, bertindak sebagai wasit yang tidak pernah jujur dalam berbagai kesempatan. Kebenaran hanya ada dalam konsep tetapi tidak pernah dipraktekkan dalam kehidupan kaum birokrat. Keadaan seumpama itu lama-lama menjadi virus kepada masyarakat dan masyarakat pun ikut-ikutan dengan para birokrat untuk berlomba-lomba menipu.

Berikut dua ayat Al-Qur’an berkenaan dengan benar dan jujur:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar itu dengan yang salah, dan kamu sembunyikan yang benar itu pula padahal kamu semua mengetahuinya. (al-Baqarah; 42).”
“Dan (kenangkanlah) ketika Kami turunkan kepada Nabi Musa kitab (Taurat) dan keterangan-keterangan (yang terkandung di dalamnya, yang membedakan antara yang benar dengan yang salah), supaya kamu mendapat petunjuk.” (al-Baqarah; 53).

Kedua : Amanah, (Dapat dipercaya), maksudnya, semua yang disampaikan baik berupa ucapan maupun perbuatan, sekalipun hanya dengan cara memberikan contoh secara pasif, dapat dipercaya, dan diyakini serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai sesuatu yang datang dari Allah SWT. Semua disampaikan secara utuh dan mustahil dia khianat (khiyanah) dan mustahil memanipulasi informasi. Rasulullah SAW manusia jujur dan semua tutur katanya benar sehingga beliau dapat dipercaya dalam kehidupannya bukan hanya oleh ummat Islam, tetapi juga oleh orang-orang kafir. Bahkan gelar al-Amin yang disandangnya diberikan orang kafir bukan muslim. Dalam kehidupan muslim hari ini, perkataan amanah diidentikkan dengan tepat sasaran menyampaikan titipan orang dan tidak meleset sesuai yang dititipkan (yang diamanahkan). Ketika yang dititipkan tersebut sudah tepat maka orang yang dipercayakan tersebut dianggap sebagai orang yang punya amanah. Artinya dia sudah menjalankan tugas sebagaimana mestinya sehingga dapat dipercaya dalam kehidupannya oleh siapa saja. Akan halnya amanah dalam konteks birokrasi dinegara ini, semua pegawai pemerintah harus mengikuti jejak langkah amanah yang disandang serta di praktekkan Rasulullah SAW. Kalau upaya-upaya maksimal ke arah itu dapat diwujudkan maka sifat Amanah yang ada pada Nabi dapat teraplikasi dalam kehidupan birokrasi Negara ini. Dengan tidak terjadinya Uang rakyat lenyap, tidak ada anggoto DPR / Pejanat Negara yang tidur saat rapat dalam membicarakan urusan hidup dan mati rakyat jalata ini. Dan Seruan rakyat dijalankan, alangkah indahnya Negara ini.
            Tanpa dibekali oleh iman yang kuat dan mantap siapapun orangnya akan tetap terpengaruh oleh silaunya bisikan hawa nafsu yang berakhir dengan mengutamakan kepentingan pribadi dan membiarkan kepentingan rakyat dan negara. Ketika ini terjadi seperti di masa-masa lampau maka apapun konsep dan sejauh mana pun bagusnya akan tidak akan berkesan dan bermakana bagi pembenahan sebuah birokrasi yang islami.
Berikut ayat-ayat al-Qur’an tentang amanah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah senantiasa Mendengar, lagi senantiasa Melihat. (an-Nisak; 58).
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah dan RasulNya, dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah – amanah kamu, sedang kamu mengetahui (salahnya). (al-Anfal; 27).
 “(Tugasku) menyampaikan kepada kamu akan perintah-perintah (yang diutuskan oleh) Tuhanku, dan aku adalah pemberi nasihat yang amanah, bagi kamu. (al-A’raf; 68).
 “(Yang memberitahu kepada mereka dengan katanya): Berikanlah kepadaku wahai hamba-hamba Allah (apa-apa yang menandakan kamu menerima kerasulanku); sesungguhnya aku ini seorang Rasul yang amanah, yang diutuskan kepada kamu.” (ad-Dukhan; 18).

Ketiga : Tabligh, (Menyampaikan), maksudnya, bagi seorang nabi yang tidak sekaligus sebagai rasul, apa pun yang diberikan kepadanya yang pantas disampaikan, sekalipun ia tidak diperintahkan untuk menyampaikannya, pasti disampaikannya setidak-tidaknya dengan cara memberikan contoh teladan. Umpamanya, apabila ia diberi petunjuk dan bimbingan berakhlak mulia, maka petunjuk dan bimbingan itu dilaksanakannya secara utuh untuk dicontoh oleh ummat. Bagi seorang nabi yang sekaligus seorang rasul yang diperintahkan untuk menyampaikan ajaran yang diwahyukan kepadanya, ajaran itu pasti disampaikan secara utuh dan sempurna. Tidak dapat diterima akal bila ada informasi yang disembunyikannya dan/atau dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi agar orang lain tidak dapat menerimanya.
Menyampaikan kebenaran kepada orang lain merupakan upaya mulia dan baik, apalagi kalau diikuti dengan larangan perbuatan mungkar atau keji sebagai upaya pembersihan amalan seseorang hamba. Ia termasuk dalam konteks amar ma’ruf nahi mungkar untuk mewujudkan masyarakat Islam yang bersih dari berbagai dosa. Oleh karena itu, siapa saja yang menjadi pemimpin dan berada dalam birokrasi negara haruslah menyampaikan kebenaran dan melarang kemungkaran kepada staf dan bawahannya terutama sekali, dan kepada rakyatnya sebagai manifestasi tanggung jawab jabatan dan moral.
Kekeliruan yang terjadi selama ini adalah para birokrat sama sekali tidak mau menyampaikan kebenaran kepada pegawainya karena ia sendiri masih banyak kesalahan yang dilakukan, baik secara sengaja atau tidak. Hal ini ada kaitannya dengan sosok pemimpin yang menurut cerminan Islam harus orang yang faham tentang Islam. Jadi pemimpin dalam Islam haruslah seorang ulama atau cendekiawan muslim yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum. Ketika pemimpin diangkat dari kalangan sembarang orang, maka konsep amar ma’ruf nahi munkar sulit sekali diaplikasikan. Karenanya upaya menyampaikan kebenaran dari pihak atasan kepada bawahan dalam sesuatu birokrasi sangat minim bahkan tidak ada sama sekali.
Ada banyak pejabat negara yang berilmu tetapi tidak mau menyampaikan kepada orang lain khususnya para pegawainya karena ia masih suka berbuat kesalahan terhadap perintah Islam. Padahal dengan menyampaikan kebenaran kepada orang lain secara otomatis kita akan terhindar dari kesalahan yang ada karena sudah ada alat kontrol dalam diri kita. Tetapi kalau terus menerus bersikap acuh terhadap konsep amar ma’ruf nahi munkar maka birokrasi negara ini tidak akan berubah sebagaimana diharapkan. Malah pelaksanaan Syari’at Islam pun akan terancam gagal di sini, untuk itu birokrat haruslah menjadi pionir dalam menyampaikan kebenaran kepada rakyatnya dengan menjaga kemurnian dan kesucian amalan diri sendiri.
Berikut beberapa ayat Al-Qur’an tentang menyampaikan :
“Tidaklah engkau diwajibkan (wahai Muhammad) menjadikan mereka (yang kafir) mendapat petunjuk (karena kewajibanmu hanya menyampaikan petunjuk), akan tetapi Allah jualah yang memberi petunjuk (dengan memberi taufik) kepada siapa yang dikehendakinya (menurut undang-undang peraturanNya). Dan apa jua harta yang halal yang kamu belanjakan (pada jalan Allah) maka (faedahnya dan pahalanya) adalah untuk diri kamu sendiri dan kamu pula tidaklah mendermakan sesuatu melainkan karena menuntut keredaan Allah dan apa jua yang kamu dermakan dari harta yang halal, akan disempurnakan (balasan pahalanya) kepada kamu, dan (balasan baik) kamu (itu pula) tidak dikurangkan.” (al-Baqarah; 272).
Oleh sebab itu jika mereka berhujjah (menyangkal dan) membantahmu (Wahai Muhammad), maka katakanlah: “Aku telah berserah diriku kepada Allah dan demikian juga orang-orang yang mengikutku”. Dan bertanyalah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Kitab, dan orang-orang yang “Ummi” (orang-orang musyrik Arab): “Sudahkah kamu mematuhi dan menurut (agama Islam yang aku bawa itu)?” Kemudian jika mereka memeluk Islam, maka sebenarnya mereka telah memperoleh petunjuk; dan jika mereka berpaling (tidak mahu menerima Islam), maka sesungguhnya kewajibanmu hanyalah menyampaikan (dakwah Islam itu). Dan (ingatlah), Allah senantiasa Melihat (tingkah laku) sekalian hambaNya. (Ali Imran; 20).
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah yang boleh menyampaikan kepadaNya (dengan mematuhi perintahNya dan meninggalkan laranganNya); dan berjuanglah pada jalan Allah (untuk menegakkan Islam) supaya kamu beroleh kejayaan.”(al-Maidah; 35).
“Wahai Rasul Allah! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; dan jika engkau tidak melakukannya (dengan menyampaikan semuanya), maka bermakna tiadalah engkau menyampaikan perutusanNya; dan Allah jualah akan memeliharamu dari (kejahatan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah petunjuk kepada kaum yang kafir.” (al-Maidah; 67).

Keempat : Fathanah, (Cerdik, Pintar dan Bijaksana), maksudnya seorang nabi harus orang cerdik dan pintar, memiliki wawasan yang luas, pemikiran yang mendalam dan pandai memilih secara tepat serta bijaksana. Oleh karena itu mustahil seorang nabi memiliki sifat bodoh dan dungu (biladah), sehingga dengan kebodohan itu dia akan bingung untuk memilih yang terbaik di antara yang baik.
Kecerdasan dan dapat dipercaya Rasul dibuktikan pada pemecahan masalah Qurais yang menunjuk Muhammad saw sebagai penengah pertikaian antara mereka. Pertikaian tersebut dipicu oleh ketidaksepakatan mereka terhadap siapa yang paling berhak untuk meletakkan hajar aswad. “ maka Rasululah pun mengembangkan kain sorbannya dan meletakkan hajar aswad di atasnya serta bersabda:”Hendaklah tip-tiap kabilah memegang ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad bersama-sama samapi sejajar dengan tempatnya semula. Kemudian Muhammad saw mengambil serta meletakkan Hajar Aswad tersebut pada tempatnya semula. Dari peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad mempunyai kecerdasan untuk memecahkan permasalahan yang sulit. Dan semua orang ridho dengan keputusana itu.
Dari siat fathanah rasul membutikan bahwa Seorang pejabat negara yang mengayomi masyarakat dalam berbagai bidang mestilah orang cerdik, pintar dan bijaksana. Hal ini sangat penting mengingat tugas seorang pejabat atau birokrat yang sangat komplit yang harus ditanganinya. Ia berhadapan dengan masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai level kehidupan, tanpa kecerdikan dan kebijaksanaan maka sulit baginya mengurus rakyat. Oleh karena itu sebaiknya orang-orang yang ditunjuk menjadi pengayom masyarakat itu harus sesuai pula dengan selera dan menyatu dengan masyarakat setempat.
Seorang pemimpin di negara kita harus memaksa diri untuk memiliki sifat cerdik, pintar dan bijaksana. Keperluannya menyangkut dengan keberhasilan mereka sendiri dalam menjalankan tugas harian dan juga untuk memberikan layanan yang memuaskan kepada masyarakat. Bayangpun jika seorang pemimpin tidak memiliki sifat fathanah tersebut maka dia tak akan mampu untuk membawa negara kita ini dalam arah yang benar dan baik, kerena pemimpin adalah penunjuk arah, namun jika dia tidak bisa cerdas memutuskan akan dibawa kemana negera ini, maka tunggulah kehancuran yang terjadi.
Sifat cerdik, pintar dan bijaksana tidaklah mudah dimiliki seseorang manusia dalam kehidupannya. Tetapi ia dapat diperoleh dengan usaha dan kerja keras dengan niat ingin merubah kebiasaan tidak baik menjadi baik. Oleh karena itu semua pihak diharapkan berusaha untuk memiliki sifat cerdik, pintar dan bijaksana. Dengan cerdik manusia dapat melepaskan diri dari berbagai rintangan dan tantangan yang ada. Dengan pintar manusia dapat menguasai berbagai pihak untuk kepentingan diri dan rakyatnya. Dengan bijaksana manusia dapat menyelesaikan setiap persoalan yang muncul dalam kehidupannya.
Karenanya seorang pemimpin harus mengikuti dan menjalankan kehidupan yang cerdik, pintar dan bijaksana dalam upaya mengembangkan Indonesia ke depan menjadi negara yang maju, makmur, berkembang dan membentuk negara dengan birokrasi islami karena kecerdasannya. Kalau sikap dan sifat birokrat masih belum berubah seperti sebelumnya maka sulit bagi kita agar bisa maju dan berkembang.
Satu ayat Al-Qur’an untuk poin ini adalah:
Dan ujilah anak-anak yatim itu (sebelum baligh) sehingga mereka cukup umur (dewasa). Kemudian jika kamu nampak dari keadaan mereka (tanda-tanda yang menunjukkan bahawa mereka) telah cerdik dan berkebolehan menjaga hartanya, maka serahkanlah kepada mereka hartanya; dan janganlah kamu makan harta anak-anak yatim itu secara yang melampaui batas dan secara terburu-buru (merebut peluang) sebelum mereka dewasa. Dan siapa (di antara penjaga harta anak-anak yatim itu) yang kaya maka hendaklah ia menahan diri (dari memakannya); dan siapa yang miskin maka bolehlah ia memakannya dengan cara yang sepatutnya. Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka hartanya, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (yang menyaksikan penerimaan) mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (akan segala yang kamu lakukan). (an-Nisak; 6).
Adapun contoh Kebesaran jiwa kepemimpinan beliau dapat kita telaah pada kisah-kisah biasa yang menjadi sangast luar biasa, seperti ketika suatu hari Abdullah al-Banjaliy tidak mendapat tempat duduk ketika menghadiri majelis. Ketika Rasulullah mengetahui hal tersebut, beliau langsung mencopot gamisnya dan mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk. Namun Abdullah al-Banjaliy tidak mendudukinya, malah mencium baju Rasulullah dengan air mata yang berlinang. “Wahai Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu, sebagaimana Anda telah memuliakanku, “komentar Abdullah. Pemimpin mana di dunia ini yang memberlakukan timbangan keadilan dan hukum bagi dirinya sendiri? Lain halnya dengan Rasulullah. Walaupun beliau adalah seorng penguasa tunggal yang sangat disegani sekaligus dipatuhi telah menorehkan sebuah memori indah bagi penguasa-penguasa yang hidup di jaman ini.
Suatu ketika menjelang akhir hayatnya, Nabi SAW berkata kepada para sahabat, “Mungkin Allah akan memanggilku sebentar lagi. Aku tak ingin di padang mahsyar nanti, ada di antara kalian yang menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, katakanlah!” Para sahabat terdiam. Tiba-tiba ada seorang sahabat yang bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat akan pergi berperang, engkau meluruskan posisiku dengan tongkatmu. Aku tidak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tetapi aku ingin menuntut qishash hari ini.” Sahabat-sahabat yang lain terpana dan merasa heran ada yang berani berucap demikian. Umar RA langsung berang dan berdiri untuk mencegah sahabat yang menuntut qishash tersebut. Namun Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal RA mengambil tongkat ke rumah Nabi SAW. Aisyah RA yang berada di rumah Nabi merasa heran ketika Bilal datang untuk mengambil tongkat atas perintah Nabi. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran. Mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekat itu setelah semua yang Rasul berikan kepada mereka? Rasul memberikan tongkat tersebut kepada sahabatnya itu seraya menyingkapkan bajunya sehingga telihatlah perut Nabi. Nabi berkata, “Lakukanlah!”. Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, ” Susungguhnya tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Barang siapa ingin melihat calon penghuni surga, maka lihatlah kepada orang ini.” Lihat pula betapa besarnya kesabaran dan kasih sayang beliau kepada umat yang dipimpinnya.
Setelah menelaah sifat-sifat Rasulullah yang ummi namun mampu menjadi seorang Nabi,Rasul, kepala keluaraga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pemimpi Umat, Pempinan perang, membawa Islam dalam kemenangan yang gemilang, dan sukses dalam setiap hal.
Sebuah contoh sempurna bagi kepemimpinan yang dipatuhi tidak hanya di jamannya tetapi sampai hari kiamat, bahkan masih membela umatnya di hari pengadilan nanti, itulah kepemimpinan pribadi Rasulullah Muhammad SAW. Semoga menjadi panduan dasar untuk membentuk jiwa kepemimpinan yang Rabbani dan militan yang membentuk birokrasi islami, serta mampu mewujudkan muslim negarawan “dan Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian." (QS. Al-Ahzab : 21).
           
B.     Potensi dan Karakter Kepemimpinan yang dimiliki Muslim Negrawan
          Krisis kepemimpinan ditingkat nasional adalah minimnya sosok menusia Indonesia yang memiliki mentalitas dan sikap Negarawan. Penjualan aset-aset berharga yang dimiliki negeri ini tidak secara bijak, kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada perlindungan seluruh potensi baik yang  dimiliki masyarakat dan mendahulukan kepentingan individu atau kelompok daripada kepentingan bangsa merupakan salah satu indikasi dari kurangnya mentalitas negarawan. Korupsi dan menjual informasi berharga yang dimiliki bangsa ini dengan murah pada bangsa lain menunjukkan hilangnya jiwa kenegaraan bangsa.
          Demi terciptanya wajah Indonesia menjadi sebuah tatanan peradaban, dibutuhkan nasionalitas yang baik, sebagai muslim yang negarawan.(2Muslim Negarawan sendiri merupakan “sosok muslim yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan”. Bangsa dan umat ini membutuhkan para pemimpin perubahan yang memiliki idealisme yang diperhitungkan. Para pemimpin itu terlahir dalam rahim gerakan yang diperhitungkan. Ada tiga hal yang merupakan syarat utama munculnya sosok muslim negarawan yang memiliki keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya diantaranya adalah mereka yang terlahir dari gerakan Islam yang tertata rapi (quwwah al-munashamat), semangat keimanan yang kuat (ghirah qawiyah) dan kompetensi yang tajam.
Dengan terbentuknya pemimpin yang rabbani dan militan dengan sendirinya sesorang pemimpin itu akan berjuang untuk negaranya dan menjadi Muslim Negarawan yang berlandaskan Al-Qur’an dan syariat.
          (3Ada beberapa karakter konsep kepemimpinan muslim negarawan dengan berbagai kompetensi kritis yang harus dimiliki, yaitu,
          Pertama, Pemahaman agama yang mendalam. Pemimpin mewakili ideologi mayoritas rakyatnya. Sehingga pengetahuan dan implementasi ajaran islam dalam diri seorang pemimpin menjadi kekuatan yang dapat dijadikan teladan bagi rakyat, disini Agama tidak dijadikan sebagai pelengkap predikat untuk meraih kekuasaan. Tapi menjadi spirit perbaikan dan pembangunan masyarakat madani yang toleran dan demokratis.
          Kedua, idealis dan konsisten. Syarat penting meraih kepemimpinan adalah konsistensi pada idealisme dan garis perjuangan yang senantiasa berpihak pada rakyat. Idealis dan konsisten tercermin dari credibilitas moral seorang pemimpin yang terus diperhatikan publik.
          Ketiga, ilmu yang luas dan pemikiran yang mapan.Pemimpin harus lebih dari rakyatnya pada sisi intelektualitas dan wawasan. Intelektualitas dapat dinilai dari kualifikasi akademis dan kepakarannya, misalnya ekonomi, teknologi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Sedangkan wawasan yang luas menuntut pemimpin generalis, memahami berbagai hal untuk mengambil  keputusan dan tindakan.
          Keempat, terlibat langsung dalam pemecahan masalah umat dan bangsa. Setiap pemimpin akan dinilai track record-nya dalam pemecahan masalah di setiap kepemimpinannya.
          Kelima, menjadi perekat berbagai komponen demi kemajuan bangsa.  Kapasitas diplomasi dan jaringan harus teruji bagi setiap pemimpin dan calon pemimpin. Pemimpin adalah refresentasi satu atau beberapa kelompok yang sekaligus harus mengelola berbagai kelompok masyarakat dengan perspektif yang beragam.
Ø  Beda Politisi Dan Negarawan
          Selama ini kepemimpinan yang berkuasa merupakan kepemimpinan politisi bukan kepemimpinan Negarawan. Ini telah menjadi fenomena baik diparlemen maupun eksekutif kita. Oleh karena itu, kepemimpinan nasional menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa ini di masa transisi demokrasi.
Politisi adalah elit yang berfungsi untuk kepentingan pribadi, kelompok atau partainya. Mereka merindukan pemilu karena bisa menjadi sarana untuk memperoleh kekuasaan dan kemudian diarahkan untuk memenuhi kepuasan materi. Sehingga banyak dari mereka yang terlibat berbagai kasus korupsi. Sedangkan negarawan adalah sosok yang berjuang untuk perbaikan dan kesejahteraan nasib rakyatnya, memajukan martabat bangsa, tidak sebaliknya mencekik rakyat sendiri dengan berbagai kebijakan yang tidak populis, atau menjatuhkan bangsa ini kedalam lembah hutang yang lebih dalam. Bagi mereka politik merupakan alat untuk merealisasikan mandat rakyat.
          Semuanya bukan hanya harapan yang akan menjadi utopis, pemimpin Rabbani dan Militan menjadi cerminan Muslim Negarawan, sudah saatnya kita bangkit dan bergerak untik Indonesia Berubah, Pemimpin perubahan harus berani membangun strategi opensif dengan menyusun peta dunia baru yang dicita-citakan menuju tatanan Negara Islam/ Birokrasi Islam yang diharapkan.
C.       (4Adapun Fondasi bangunan Negara Islam dan kewajiban-kewajiban sebagai pilar yang harus ditunaikan, tergambar dalam skema berikut:
1.  Kekuatan Internal
                                          (akidah islam)
Fondasi Bangunan Daulah Islamiyah
2.Persiapan jiwa(keper-                                                      8. Tanggung jawab peradaban
Cayaan diri dan pengen-                                                          (Penyebaran nilai-nilai kebenaran
Dalian dua insting)                                                                     yang dibawa islam
3.Perang terhadap fana-                                             7. Penjagaan batas-batas negeri
Tisme golongan(ukhuwah                                                         (kewajiban  jihad)
Dan persamaan antara lelaki
Dan perempuan.
             4.Persiapan individu                                                             6.Pemeliharaan kesatuan internal
(ilmu, keterampilan, dan kesamaptaan)                                        (perangi perselisihan&maksiat)

5.Pemeliharaan hak asasi manusia
(material dan spiritual)
Slogan-slogan Operasional untuk Menopang Bangunan
1.       Ibadah.
2.       Memelihara diri dan menjaga indra.
3.       Berjuang dan berkorban di jalan kebaikan.
4.       Haji, pengmbaraan, dan penelitian.
5.       Mencari  mata pencaharian.
6.       Jihad da membantu para mujahid.
7.       Amar makruf dan nahi mungkar.
8.       Penyebaran ilmu pengetahuan.
9.       Pergaulan yang baik.
10.    Solidaritas sosial antara penguasa dan rakyat,
 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sudah saatnya kita untuk membuka diri untuk mau mempelajari Sirah Nabawiyah agar mengetahui sejarah dan mampu memahami dan mengaplikasikan cara kepemimpinan Rasulullah.
2.      Setelah mendalami agama dan berlandaskan Sifat2 dan contoh kepemimpinan Rasul, maka muncul lah orang yang cinta Negaranya untuk di perjuangkan, sehingga jiwa Muslim Negarawan.
3.      Kepemimpinan suatu yang vital dalam jama’ah, sehingga diperlukan pemimpin yang betul-betul memiliki jiwa seorang pemimpin, dan kepemiminan itu kita contoh dari suri tauladan kita yaitu Rasulullah SAW. Tidak ada kesempurnaan kepemimpinan melainkan kepemimpinan Rasul, yang kita butuhkan sekarang adalah sosok seorang pemimpin rabbani dan militan yang mempu membentuk tatanan negara yang Islami.
4.      “dan Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian." (QS. Al-Ahzab : 21).



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyurahman. 2008. sirah nabawiyah.jakarta timur:  Pustaka Al-kautsar
Al-Ghazalim, Abdul Hamid.2001. Meretas Jalan Kebangkitan Islam peta pemikiran hasan Al-Banna. Solo : Era Intermedia
Amrullah, Taufiq. 2008. KAMMI menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan Indonesia. Jakarta Selatan: Kammi Pusat
Ensiklopedi Hukum Islam.1999. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Ilyas, Yunahar. 2002 .Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta:LPPI
Imam, Rijalul. 2008. Menyiapkan Momentum. Jakarta selatan : KAMMI Pusat
Kepemimpinan Rasulullah Saw Dan Abu Bakar Shiddiq, Ra” Riwayat’s blog.html diakses 18 februari 2011.
Pemimpin Sejati Menganut Konsep Islami, Tarbawi Dan Ma’hadi” istiqamah cinta.html diakses 18 Februari 2011.

Catatan
1.      Taufiq Amrullah. “KAMMI Menuji muslim negarawan meretas kebangkitan Indonesia” hal 30.
2.      Rijalul imam. “Menyiapkan Momentum” hal 75-76
3.      Taufiq Amrullah. “ KAMMI menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan indonrsia” hal 119-120
4.      Prof. Dr. Abdul Hamid Al-Ghazali. “ Meretas jalan Kebangkitan Islam Peta Pemikiran Hasan Al-Banna”. Hal 186.















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

senangkan orangtuamu semasa hidup

 

BISMILAAHIR RAHMAANIR RAHIIM
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, makasekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia"
[Al Israa' , ayat 23]

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
[Al Israa' , ayat 24 ]
Usia ayah telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Dia mampu mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilometer untuk belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun lalu, ayah sendirian di kampung. Oleh karena itu kami kakak-beradik 5 orang bergiliran menjenguknya.

Kami semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di Teluk Intan. Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah istri saya mengajaknya tinggal bersama kami di Kuala Lumpur.

"Nggak usah. lain kali saja.!"jawab ayah. Jawaban itu yang selalu diberikan kepada kami saat mengajaknya pindah. Kadang-kadang ayah mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari kemudian dia minta diantar balik. Ada-ada saja alasannya.

Suatu hari Januari lalu, ayah mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan sekolah masih libur, maka anak-anak saya sering bermain dan bersenda-gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta pulang. Seperti biasa, ada-ada saja alasan yang diberikannya. "Saya sibuk, ayah. tak boleh ambil cuti. Tunggulah sebentar lagi. akhir minggu ini saya akan antar ayah," balas saya. Anak-anak saya ikut membujuk kakek mereka. "Biarlah ayah pulang sendiri jika kamu sibuk. Tolong belikan tiket bus saja yah." katanya yang membuat saya bertambah kesal. Memang ayah pernah berkali-kali pulang naik bus sendirian.

"Nggak usah saja yah." bujuk saya saat makan malam. Ayah diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya. Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, ayah sekali lagi minta saya untuk membelikannya tiket bus. "Ayah ini benar-benar nggak mau mengerti yah. saya sedang sibuk, sibuuukkkk!!!" balas saya terus keluar menghidupkan mobil.

Saya tinggalkan ayah terdiam di muka pintu. Sedih hati saya melihat mukanya. Di dalam mobil, istri saya lalu berkata, "Mengapa bersikap kasar kepada ayah? Bicaralah baik-baik! Kasihan khan dia.!" Saya terus membisu.

Sebelum istri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya penuhi permintaan ayah. "Jangan lupa, Pa.. belikan tiket buat ayah," katanya singkat. Di kantor saya termenung cukup lama. Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat ayah.

Pk. 11.00 pagi saya tiba di rumah dan minta ayah untuk bersiap. "Bus berangkat pk. 14.00," kata saya singkat. Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah akibat sikap keras kepala ayah. Ayah tanpa banyak bicara lalu segera berbenah. Dia masukkan baju-bajunya kedalam tas dan kami berangkat. Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun.

Saat itu ayah tahu bahwa saya sedang marah. Ia pun enggan menyapa saya.! Setibanya di stasiun, saya lalu mengantarnya ke bus. Setelah itu saya Pamit dan terus turun dari bus. Ayah tidak mau melihat saya, matanya memandang keluar jendela. Setelah bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang di atas meja dagangan dekat stasiun. Langkah saya lalu terhenti dan teringat ayah yang sangat menyukai kue itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue itu. Tapi hari itu ayah tidak minta apa pun.

Saya lalu segera pulang. Tiba di rumah, perasaan menjadi tak menentu. Ingat pekerjaan di kantor, ingat ayah yang sedang dalam perjalanan, ingat Istri yang berada di kantornya. Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya saat istri meminta saya menelpon ayah di kampung seperti yang biasa saya lakukan setiap kali ayah pulang dengan bus. Malam berikutnya, istri bertanya lagi apakah ayah sudah saya hubungi. "Nggak mungkin belum tiba," jawab saya sambil meninggikan suara.

Dini hari itu, saya menerima telepon dari rumah sakit Teluk Intan. "Ayah sudah tiada." kata sepupu saya disana. "Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas saat Maghrib tadi." Ia lalu meminta saya agar segera pulang. Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di tangan. Istri lalu segera datang dan bertanya, "Ada apa, bang?" Saya hanya menggeleng-geleng dan setelah agak lama baru bisa berkata, "Ayah sudah tiada!!"

Setibanya di kampung, saya tak henti-hentinya menangis. Barulah saat Itu saya sadar betapa berharganya seorang ayah dalam hidup ini. Kue pisang, kata-kata saya kepada ayah, sikapnya sewaktu di rumah, kata-kata istri mengenai ayah silih berganti menyerbu pikiran.

Hanya Tuhan yang tahu betapa luluhnya hati saya jika teringat hal itu. Saya sangat merasa kehilangan ayah yang pernah menjadi tempat saya mencurahkan perasaan, seorang teman yang sangat pengertian dan ayah yang sangat mengerti akan anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan perasaan seorang tua yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya sebelum meninggalkannya buat selama-lamanya.

Sekarang 5 tahun telah berlalu. Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat memandang nisan di atas pusara ayah. Saya tidak dapat menahan air mata jika teringat semua peristiwa pada saat-saat akhir saya bersamanya. Saya merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini.

Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu ayah dan ibu masih hidup. Jika sudah tiada, menangis airmata darah sekalipun tidak berarti lagi.

Kepada pembaca yang masih memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka.
Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.
ndhi.gmail


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dakwah Tidak Dapat Dipikul Orang Manja


Wahai Saudaraku yang dikasihi Allah.
Perjalanan dakwah yang kita lalui ini bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi kegemerlapan dan kesenangan. Ia merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan berat.

Telah banyak sejarah orang-orang terdahulu sebelum kita yang merasakan manis getirnya perjalanan dakwah ini. Ada yang disiksa, ada pula yang harus berpisah kaum kerabatnya. Ada pula yang diusir dari kampung halamannya. Dan sederetan kisah perjuangan lainnya yang telah mengukir bukti dari pengorbanannya dalam jalan dakwah ini. Mereka telah merasakan dan sekaligus membuktikan cinta dan kesetiaan terhadap dakwah.

Cobalah kita tengok kisah Dzatur Riqa’ yang dialami sahabat Abu Musa Al Asy’ari dan para sahabat lainnya –semoga Allah swt. meridhai mereka. Mereka telah merasakannya hingga kaki-kaki mereka robek dan kuku tercopot. Namun mereka tetap mengarungi perjalanan itu tanpa mengeluh sedikitpun. Bahkan, mereka malu untuk menceritakannya karena keikhlasan dalam perjuangan ini. Keikhlasan membuat mereka gigih dalam pengorbanan dan menjadi tinta emas sejarah umat dakwah ini. Buat selamanya.

Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan dakwah ini menjadi suri teladan bagi kita sekalian. Karena kontribusi yang telah mereka sumbangkan untuk dakwah ini tumbuh bersemi. Dan, kita pun dapat memanen hasilnya dengan gemilang. Kawasan Islam telah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Umat Islam telah mengalami populasi dalam jumlah besar. Semua itu karunia yang Allah swt. berikan melalui kesungguhan dan kesetiaan para pendahulu dakwah ini. Semoga Allah meridhai mereka.

Duhai saudaraku yang dirahmati Allah swt.
Renungkanlah pengalaman mereka sebagaimana yang difirmankan Allah swt. dalam surat At-Taubah: 42.
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, “Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.

Mereka juga telah melihat siapa-siapa yang dapat bertahan dalam mengarungi perjalanan yang berat itu. Hanya kesetiaanlah yang dapat mengokohkan perjalanan dakwah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban untuk meraih kesuksesan. Kesetiaan yang menghantarkan jiwa-jiwa patriotik untuk berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya. Setia dalam kesempitan dan kesukaran. Demikian pula setia dalam kelapangan dan kemudahan.
Saudaraku seperjuangan yang dikasihi Allah swt.

Sebaliknya orang-orang yang rentan jiwanya dalam perjuangan ini tidak akan dapat bertahan lama. Mereka mengeluh atas beratnya perjalanan yang mereka tempuh. Mereka pun menolak untuk menunaikannya dengan berbagai macam alasan agar mereka diizinkan untuk tidak ikut. Mereka pun berat hati berada dalam perjuangan ini dan akhirnya berguguran satu per satu sebelum mereka sampai pada tujuan perjuangan.

Penyakit wahan telah menyerang mental mereka yang rapuh sehingga mereka tidak dapat menerima kenyataan pahit sebagai risiko dan sunnah dakwah ini. Malah mereka menggugatnya lantaran anggapan mereka bahwa perjuangan dakwah tidaklah harus mengalami kesulitan.

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 45-46)
Kesetiaan yang ada pada mereka merupakan indikasi kuat daya tahannya yang tangguh dalam dakwah ini. Sikap ini membuat mereka stand by menjalankan tugas yang terpikul di pundaknya. Mereka pun dapat menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Bila ditugaskan sebagai prajurit terdepan dengan segala akibat yang akan dihadapinya, ia senantiasa berada pada posnya tanpa ingin meninggalkannya sekejap pun. Atau bila ditempatkan pada bagian belakang, ia akan berada pada tempatnya tanpa berpindah-pindah. Sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw. dalam beberapa riwayat tentang prajurit yang baik.

Wahai Saudaraku yang dirahmati Allah.
Marilah kita telusuri perjalanan dakwah Abdul Fattah Abu Ismail, salah seorang murid Imam Hasan Al Banna yang selalu menjalankan tugas dakwahnya tanpa keluhan sedikitpun. Dialah yang disebutkan Hasan Al Banna orang yang sepulang dari tempatnya bekerja sudah berada di kota lain untuk memberikan ceramah kemudian berpindah tempat lagi untuk mengisi pengajian dari waktu ke waktu secara maraton. Ia selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk menunaikan amanah dakwah. Sesudah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, ia merupakan orang yang pertama kali datang ke tempatnya bekerja. Malah, ia yang membukakan pintu gerbangnya.

Pernah ia mengalami keletihan hingga tertidur di sofa rumah Zainab Al-Ghazali. Melihat kondisi tubuhnya yang lelah dan penat itu, tuan rumah membiarkan tamunya tertidur sampai bangun. Setelah menyampaikan amanah untuk Zainab Al Ghazali, Abdul Fattah Abu Ismail pamit untuk ke kota lainnya. Karena keletihan yang dialaminya, Zainab Al Ghazali memberikan ongkos untuk naik taksi. Abdul Fattah Abu Ismail mengembalikannya sambil mengatakan, “Dakwah ini tidak akan dapat dipikul oleh orang-orang yang manja.” Zainab pun menjawab, “Saya sering ke mana-mana dengan taksi dan mobil-mobil mewah, tapi saya tetap dapat memikul dakwah ini dan saya pun tidak menjadi orang yang manja terhadap dakwah. Karena itu, pakailah ongkos ini, tubuhmu letih dan engkau memerlukan istirahat sejenak.” Ia pun menjawab, “Berbahagialah ibu. Ibu telah berhasil menghadapi ujian Allah swt. berupa kenikmatan-kenikmatan itu. Namun, saya khawatir saya tidak dapat menghadapinya sebagaimana sikap ibu. Terima kasih atas kebaikan ibu. Biarlah saya naik kendaraan umum saja.”

Duhai saudaraku yang dimuliakan Allah swt.
Itulah contoh orang yang telah membuktikan kesetiaannya pada dakwah lantaran keyakinannya terhadap janji-janji Allah swt. Janji yang tidak akan pernah dipungkiri sedikit pun. Allah swt. telah banyak memberikan janji-Nya pada orang-orang yang beriman yang setia pada jalan dakwah berupa berbagai anugerah-Nya. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)- mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Anfal: 29)
Dengan janji Allah swt. tersebut, orang-orang beriman tetap bertahan mengarungi jalan dakwah ini. Dan mereka pun tahu bahwa perjuangan yang berat itu sebagai kunci untuk mendapatkannya. Semakin berat perjuangan ini semakin besar janji yang diberikan Allah swt. kepadanya. Kesetiaan yang bersemayam dalam diri mereka itulah yang membuat mereka tidak akan pernah menyalahi janji-Nya. Dan, mereka pun tidak akan pernah mau merubah janji kepada-Nya.
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya). (Al Ahzab: 23)

Wahai ikhwah kekasih Allah swt.
Pernah seorang pejuang Palestina yang telah berlama-lama meninggalkan kampung halaman dan keluarganya untuk membuat mencari dukungan dunia dan dana diwawancarai. “Apa yang membuat Anda dapat berlama-lama meninggalkan keluarga dan kampung halaman?” Jawabnya, karena perjuangan. Dan, dengan perjuangan itu kemuliaan hidup mereka lebih berarti untuk masa depan bangsa dan tanah airnya. “Kalau bukan karena dakwah dan perjuangan, kami pun mungkin tidak akan dapat bertahan,” ungkapnya lirih.

Wahai saudaraku seiman dan seperjuangan
Aktivis dakwah sangat menyakini bahwa kesabaran yang ada pada dirinyalah yang membuat mereka kuat menghadapi berbagai rintangan dakwah. Bila dibandingkan apa yang kita lakukan serta yang kita dapatkan sebagai risiko perjuangan di hari ini dengan keadaan orang-orang terdahulu dalam perjalanan dakwah ini, belumlah seberapa. Pengorbanan kita di hari ini masih sebatas pengorbanan waktu untuk dakwah. Pengorbanan tenaga dalam amal khairiyah untuk kepentingan dakwah. Pengorbanan sebagian kecil dari harta kita yang banyak. Dan bentuk pengorbanan ecek-ecek lainnya yang telah kita lakukan. Coba lihatlah pengorbanan orang-orang terdahulu, ada yang disisir dengan sisir besi, ada yang digergaji, ada yang diikat dengan empat ekor kuda yang berlawanan arah, lalu kuda itu dipukul untuk lari sekencang-kencangnya hingga robeklah orang itu. Ada pula yang dibakar dengan tungku yang berisi minyak panas. Mereka dapat menerima resiko karena kesabaran yang ada pada dirinya.
Kesabaran adalah kuda-kuda pertahanan orang-orang beriman dalam meniti perjalanan ini. Bekal kesabaran mereka tidak pernah berkurang sedikit pun karena keikhlasan dan kesetiaan mereka pada Allah swt.
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146)
Bila kita memandang kehidupan generasi pilihan, kita akan temukan kisah-kisah brilian yang telah menyuburkan dakwah ini. Muncullah pertanyaan besar yang harus kita tujukan pada diri kita saat ini. Apakah kita dapat menyemai dakwah ini menjadi subur dengan perjuangan yang kita lakukan sekarang ini ataukah kita akan menjadi generasi yang hilang dalam sejarah dakwah ini.

Ingat, dakwah ini tidak akan pernah dapat dipikul oleh orang-orang yang manja. Militansi aktivis dakah merupakan kendaraan yang akan menghantarkan kepada kesuksesan. Semoga Allah menghimpun kita dalam kebaikan. Wallahu’alam.*
*dinukil dari catatn teman.."ari wahyudi"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS