RSS

Peran Wanita dalam Membangun Mental dan Karakter Bangsa


Peran Wanita dalam Membangun Mental dan Karakter Bangsa Indonesia
By: Julia*
‘Wanita adalah tiang negara, bila ia rusak maka runtuhlah suatu negara’ .Itulah kalimat hikmah yang sering tergaung ditelinga dan kita baca. Dan betul, bahwa setengah kehidupan dan kejayaan sebuah bangsa yang sangat menentukan adalah wanita. Karena wanita adalah madrasah utama dan perdana yang akan membentuk dan memformat generasi penerus suatu bangsa. Pola yang diberikan oleh ibu kepada anaknya itulah yang akan memformat perjalanan  suatu bangsa. Dan terlepas dari itu semua wanita adalah orang pertama yang memberikan kontribusi dalam pemuda dan bangsa. Tapi sayangnya dengan itu semua upaya untuk mengangkat harkat martabat kaum wanita sangat sedikit dan yang sedikit itupun kadang belum tertata rapi sehingga tidak mampu menghasilkan output yang luar biasa. Seperti kenyataan yang kita lihat kini, bahwa kaum wanita merasa dirinya hanyalah makhluk lemah dan tidak berdaya, hanya berfungsi sebagai ibu rumah tangga yang tidak memiliki hak lebih. Padahal Islam telah menggariskan bahwa kaum wanita memiliki kedudukan yang mulia dan eksistensinya diakui. Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw.,”Siapakah yang lebih berhak mendapatkan baktiku pertama kali?”Rasulullah saw menjawab, “ ibumu”. kemudia ia bertanya lagi, “kemudian siapa?”Rasulullah menjawab, “ibumu.”Orang itu bertanya lagi,“kemudian siapa?”Rasulullah menjawab “ibumu.”Orang itu bertanya lagi,”kemudian siapa?”Rasulullah saw  menjawab, “Bapakmu.” Dan Rasulullah bersabda “ Tidaklah memuliakan wanita kecuali orang yang mulia, dan tidaklah menghinakannya kecuali orang hina” . Ingatkah ketika ummu salamah(istri Rasulullah saw) yang menyarankan agar Rasulullah keluar dari kemah lalu menyembelih binatang badyu lalu mencukur rambut tanpa berbicara kepada siapapun, saat tahu sahabat protes tentang perjanjian hudabiyah yang ditampakkan dengan keengganan mereka melaksanakan perintah Allah. Dan masalahpun selesai. Demikian islam menempatkan seorang wanita dan menghargai wanita. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, “wanita adalah saudara kandung(partner) laki-laki”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa iblis duduk di istananya di atas air lalau mengundang seluruh prajuritnya untuk dimintai laporan. Salah seorang dari prajurit itu mendekat, lalu melaporkan hasil kerjanya. “saya telah berhasil memisahkan seorang wanita dari suaminya.”Maka iblis turun dari singgasananya lalu memeluknya dan mengatakan “bagus-bagus”.
Dan riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,” Bagaimana keadaan kalian, bila kaum wanita kalian melampaui batas dan pemuda kalian rusak?”
Hadist-hadist diatas menggambarkan bahwa musuh islam selalu mengupayakan agar kaum wanita rusak dan meninggalkan perannya. Oleh sebab itu, wanita mempunyai peran yang sangat urgen dan fundamental dalam memcoraki karakter pribadi-pribadi suatu masyarakat dan bangsa. Akan dibawa kemana masyarakat tersebut, menjadi masyarakat agamis ataukah ateis? Menjadi masyarakat yang korup ataukah yang berakhlak?Menjadi bangsa yang pengecut ataukah kesatria?. Itu terletak digenggaman wanita. Mengingat begitu fundamentalnya peranan wanita dalam membentuk karakter pribadi sebuah bangsa, ia pun sanggup menjadikan bangsa tersebut unggul atau hancur. Kenapa demikian? Karena sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas yang terbentuk dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah keluarga. Mustahil ada sebuah masyarakat kalau di sana tak ada keluarga. Sehingga peran wanita dalam perjuangan islam dalam hal membangaun mental dan karakter bangsa adalah mulai dari pembentukan individu muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim. Sehingga wanita dituntut untuk paham segala hal mulai dari dirinya sendiri,agamanya, keluarganya/rumahnyamasyarakatnya dan negaranya. Kita akan bercermin dari sebuah kisah yang patut dipertimbangkan sebagai pelajaran hidup. Ada seorang ulama besar alim dan saleh bernama Allamah Majlisi. Suatu hari, selepas melaksanakan shalat Jama’ah yang diimami oleh ulama itu sendiri, seorang makmum datang menghadapnya untuk mengadukan ihwal perilaku anaknya yang telah melubangi tempat airnya (tasyk) sehingga airnya habis. Setelah mendengar pengaduan tersebut, ulama besar itupun lantas bergegas kembali ke rumah dan bertanya pada istrinya; apa yang dilakukan semasa mengandung anaknya itu sehingga melakukan perbuatan yang tidak terpuji,, ia mendesak, ”Wahai istriku, apa yang engkau lakukan ketika masa hamil sehingga anak kita melakukan perbuatan tercela, padahal aku senantiasa memberikan makanan yang halal kepadamu? Sang istri menjawab: “Aku tidak melakukan apa-apa”. Ulama itupun berkata lagi: “Coba engkau ingat-ingat kembali!”
Sang istri berusaha mengingat-ngingat kembali, sampai akhirnya ia sadar akan suatu kejadian lalu berkata kepada suaminya: “Ya, aku ingat sekarang apa yang telah aku lakukan sehingga anakku melakukan perbuatan tercela ini. Suatu hari pada masa aku mengidam, aku lewat di sebuah gang. Di pinggir gang itu, ada sebuah pohon delima yang sebagian dahannya merunduk sampai ke gang. Melihat buah delima yang ada di pohon tersebut, belum lagi aku sedang mengidam, rasanya enak sekali kalau memakannya, kemudian aku mengambil penitik (jarum) dan menusukkannya kesalah satu buah delima. Setelah mendengar cerita tersebut, ulama itupun berkata: “Inilah perilakumu yang menyebabkan anak kita sampai melakukan perbuatan tercela. Dulu, kau menusuk buah delima dengan penitik, sekarang anak kita menusuk tempat air orang lain”.
Sekilas, apa yang telah dilakukan istri ulama tampak sepele, tapi bagaimana akibatnya. Dan kita dapat mengambil pelajaran dari cerita di atas untuk kembali mengintropeksi diri kita sendiri. Betapa pentingnya ilmu dan al-fahmu terhadap wanita, sehingga tidak dikatakan kepada wanita”cetaklah anakmu menjadi baik, tetapi kondisikan dirimu untuk komitmen pada prinsip-prinsip kebaikan, sebab dengan begitu anda membuat contoh yang akan ditiru oleh anak-anakmu.”. Dari sini terlihat sekali peran seorang ibu dalam membentuk karakter anak, bahkan sebelum lahir karakter yang dicontoh adalah apa yang pernah ibunya ajarkan, padahal masih didalam kandungan. Terlebih lagi ketika sudah dilahirkan di dunia, pelajaran yang anak dapat dari ibunya lah yang akan mewarnai dirinya, warna dominan anak ada dari ibunya. Ibu yang mengajarkan tentang kobohongan, maka itu yang akan tertanam dalam jiwanya, ibu yang mengajarkan dia berbicara kasar, maka karakter anak adalah kasar&pembohong, dsb. Sehingga wanita dituntut untuk cerdas, berilmu, dan faham mengenai seluk-beluk kewajiban dan betapa mulia dirinya. Mulai dari kewajibannya terhadap agamanya, akalnya (yang berkaitan tentang pemahaman aqidah, fiqih ibadah, Al-Qur’anul karim dan Ulumul Qur’an, sirah nabawiyah, fiqih dakwah dan amal, pengetahuan sejarah islam(peperangan, perpolitikan), sistem sosial islam, pengetahuan modern baik tentang sosial masyarakat, ekonomi, kesehatan, dll),  terutama kewajibannya terhadap keluarga dan masyarakatnya.
            Peran wanita dalam rumah tangga/keluarganya/rumahnya juga perlu diperhatikan, wanita harus membangun rumah tangganya sejak awal diatas dasar taqwa dan menebarkan semangat Rabbani yang harum didalamnya, dan menjadikan segala apapun yang berada didalamnya menjadi pemacu kebajikan dengan menata perabotan dengan baik, menjaga kebersihan dan kesahajaannya. Berkomunikasi dengan baik dengan suami maupun orang-orang terdekat yang akan ikut membentuk karakter anak kita, sehingga akan muncul kesinkronisasian antara visi ibu, suami dan kerabat dalam membentuk karakter anak. Pemahaman-pemahaman yagn diberikan kepada anak juga merupakan keahlian yang harus dimiliki seorang ibu, jangan sampai hanya karena tidak ingin anaknya menangis, seorang ibu sering berbohong kepadanya, sehingga menyebabkan jiwa anak tumbuh tidak baik.
            Peran wanita dalam masyarakat/publiknya juga tidak kalah penting, seorang wanita bukan berarti dia hanya mengurusi keluarga dirumah tapi juga menyeru pada kebikan dengan orang banyak, yaitu berdakwah dengan masyarakatnya, sesuai dalil “siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata,’sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserahdiri’”(Q.S.Fushilat ;33). Dengan ilmu yang sudah mumpuni, seorang wanita bisa langsung memberi contoh konkrit kepada masyarakat dengan teladan baik,  misal tidak bertabarruj’dandan berlebihan’, ramah, sopan santun, lemah lembut. Yang semua itu harus pula diiringi dengan menjadikan seluruh amal, gerak dan isyarat sebagai manifestasi keterikatan pada idealisme yang tinggi, keinginan kuat untuk menerapkannya dan kecintaan padanya, sehingga pelaksanaan idealisme tersebut menjadi suatu kebiasaan yang melekat. Keteladanan seperti itulah yang dapat mengilhami dan membangkitkan semangat orang lain serta dapat membangun rumah tangga yang ideal, lingkungan yang baik dan masyarakat yang mulia.
            Harus dipahami bahwa seorang wanita tidak akan memiliki pengaruh ditengah masyarakat, kecuali ia memiliki kepribadian yang kuat. Dengan ini semua insyaAllah dari seorang wanita, yang nantinya akan menjadi tauladan perdana untuk anak-anaknya, sehingga anak juga ikut memiliki karakter kuat yang telah ditanamkan oleh ibunya, anak berkembang dengan baik dikeluarga yang telah di sulap seorang ibu menjadi tempat anak menempa diri, dan karena itu ibu telah merubah lingkungan menjadi baik, sehingga masyarakat yang muncul adalah masyarakat yang berkarakter mulia(bangsa yang berkarakter). Wallahu’alam

Referensi :
1. Fiqih Dakwah Ummahatul Mukminin(Dr,Khalid bin Muhammad),
2. DWIM peran dan sejarah perjuangannya(mahmud Muhammad Al-jauhari).dll

*Penulis adalah mahasiswi semester VI pendidikan fisika Universitas Ahmad Dahlan(UAD), sekarang masih aktif sebagai Ketua Departemen Kaderisasi KAMMI Komisariat Ahmad Dahlan, Ketua Departemen SKI Himpunan Mahasiswa Program Studi pend.fisika, Sekretaris umum Physic Education Research and Inovation Group UAD, dan Asisten Laboratorium fisika dasar UAD.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS